Masyarakat Indonesia akan merayakan Hari Anak Nasional 2022 pada Sabtu, 23 Juli. Tema HAN 2022 adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Hal ini dipilih sebagai dorongan untuk meningkatkan perhatian dan keterlibatan nasional dalam memastikan pemenuhan hak-hak anak, terutama di masa pandemi COVID-19 yang masih merebak.
Berkenaan dengan Hari Anak Nasional, Islam sebelumnya telah memberikan tuntunan tentang pendidikan Islam bagi anak-anak. Hal ini diajarkan dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam kitab suci Al-Qur’an, diikuti oleh hadits dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam.
Dijelaskan bahwa anak adalah anugerah dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Anak-anak tersebut dititipkan oleh Alataara dan mereka akan hidup mandiri dan terpisah dari orang tuanya. Oleh karena itu, anak harus memiliki keyakinan yang teguh dan aturan yang tegas dalam hidup.
Al-Qur’an dan Hadits harus dijadikan sebagai acuan bagi umat Islam untuk mendidik anak-anaknya. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alalmiin memiliki metode dan metode khusus dalam mendidik bayi. Cara tersebut tentunya akan disesuaikan dengan usia dan kematangan mental anak. hari anak nasional
Infografis Jumat sunnah.
- Bergairah tentang pendidikan dan konsultasi
Disusun oleh website Kementerian Agama RI, pendidikan pertama yang diberikan kepada anak adalah kasih sayang dan nasehat. Kasih sayang memiliki efek positif bagi perkembangan dan pertumbuhan seorang anak, antara lain meningkatkan kemampuan kerja otak, membangkitkan kepositifan, keintiman psikologis antara orang tua dan anak, membuat anak lebih terbuka dan percaya diri.
Maka jatuh cintalah dengan pendidikan dan nasehat yang terkandung dalam ayat 11, 17 dan 18 Surah Luqman Al-Qur’an. Dalam ayat 11 dijelaskan bagaimana Luqman dengan lembut menggunakan kata-kata “anakku…” untuk menasihati anaknya.
Juga di ayat 17 dan 18, Lukeman mendidik anak-anaknya dengan bijaksana, tanpa kekerasan, dan tanpa terlihat mengerikan. Pendidikan penuh kasih sayang dan nasehat ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
Dari Umar bin Abu Salamah radhiyallahu anhu berkata: ‘Ketika aku masih kecil, aku memindahkan tanganku ke makanan di piring di bawah pengawasan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam. Menyebut nama Allah dan makan tangan kananmu bersama-sama’. “
- Ketidakpedulian pendidikan
Pendidikan selanjutnya dapat ditempuh melalui sikap apatis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apatis adalah apatis, apatis, dan ketidaktahuan. Jenis pendidikan ini lebih difokuskan pada anak-anak di tahun-tahun awal sekolah dasar.
Karena pada usia ini, anak belajar menemukan jati dirinya. Orang-orang dan hal-hal di sekitarnya pasti membantu membentuk karakternya. Semangat meniru dan meniru gerakan, gaya bahasa, dan bahasa tubuh orang lain terkadang menjadi hal yang sering dilakukan untuk menemukan dan memahami siapa dirinya.
Selama proses identifikasi ini, anak perlu dibimbing tentang apa yang dia lakukan dan apa yang dia katakan. Jika, sebagai pendidik dan orang tua, seorang anak tampak menyimpang, maka sebagai pendidik dan orang tua, penghukuman adalah wajar. Jika teguran yang diberikan tidak diindahkan dan anak mengulangi perilakunya, maka sikap acuh tak acuh harus dikenakan pada anak.
Narator berkata: Kerabat Ibn Mughfar belum dewasa dan melempar batu. Kemudian dia melarang dan berkata: “Sesungguhnya Rasulullah (damai dan berkah Allah besertanya) melarang melempar batu, dia berkata: ‘Sesungguhnya melempar batu tidak membunuh mangsanya …’ dan anak itu kembali begitu dia berkata, ‘Aku sudah memberitahumu bahwa Rasulullah ‘alaihi wassallam telah melarangnya, tetapi kamu terus bermain lempar batu? Maka aku tidak akan pernah berbicara denganmu’.
- Olahraga tidak berbahaya
Juga, mendidik dalam bentuk pemukulan yang tidak berbahaya. Pemukulan juga tidak dilakukan di area tubuh yang dapat mengganggu fungsi tubuh dan sistem saraf. Pendidikan tawuran diperbolehkan jika cara sebelumnya tidak memberikan efek jera pada anak.
Namun perlu diingat bahwa pendidikan semacam ini hanya boleh diberikan kepada anak yang akan memasuki masa pubertas, yang sudah bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Bidang pendidikan yang ditekankan di sini berkaitan dengan kewajibannya sebagai seorang muslim dan sebagai individu.
Abu Daoud dan Hakim meriwayatkan dari Amer bin Shuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Perintahkan anak-anakmu untuk sholat pukul tujuh, pukul mereka pukul 10 (jika mereka masih tidak mau sholat) dan pisahkan tempat tidur mereka.”
- Boikot pendidikan
Dan bagaimana dengan anak yang diperingatkan untuk melakukan kewajibannya kepada Allah? Apakah dia masih enggan melakukannya? Jadi cara mendidiknya adalah dengan melawannya. Jika anak sesat namun tetap beragama Islam maka dilakukan tahap pendidikan boikot.
“Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah (damai dan berkah Allah besertanya) melarang umat Islam untuk berbicara dengan mereka yang tidak mengambil bagian dalam pertempuran Tabuk selama 50 hari/malam. Hingga akhirnya, Allah menurunkan wahyu. (Al-Qur’an) tentang menerima taubat mereka.”
- Pendidikan di pengasingan
Bagaimana dengan sikap anak-anak yang menentang guru dan orang tua, atau bahkan mengkhianati atau meninggalkan Islam? Oleh karena itu, mengasingkan atau mengusirnya adalah salah satu prinsip iman yang paling penting.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Surah Al Mujlah ayat 22:
“Kamu tidak akan menemukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan menyukai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau saudara-saudara. Mereka.”
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, jelaslah bahwa jika seorang anak didapati bertentangan dengan Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dibenarkan orang tuanya untuk mengasingkan atau mengusir anak yang bertentangan dengannya. rumahnya.
Jika seorang anak menentang Allah Subhanahu wa ta’ala dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam, maka tidak ada yang bisa menyelamatkannya, bahkan guru dan orang tuanya sekalipun.
Allahu a’lam bisshawab.